POLA PENYELESAIAN KONFLIK
Konflik dapat berpengaruh positif atau negative , dan
sellalu ada dalam kehidupan. Oleh karena itu konflik hendaknya tidak serta
merta harus di tiadakan. Persoalannya . bagaimana konflik itu bias di
management sedemikian rupa sehingga
tidak menimbulkan disentregrasi social.
Cribbin (1985) , mengelaborasi tegadap tiga hal , yaitu mulai yang cara yang tidak efektif ,
yang efektif , dan yang paling efektif.
Menurutnya , strategi yang di pandang paling tidak efektif , misalnya di tempuh
cara :
1.
Dengan paksaan strategi ini umumnya tidak
disukai oleh kebnyakan orang . dengan paksaan , mungkin konflik bias di
selesaikan dengan cepat , namun bias
menimbulkan reaksi kemarahan atau reaksi negative lainnya.
2.
Dengan penundaan. Cara ini bisa berakibat penyelesaian konflik
sampai belarut-larut .
3.
Dengan bujukan . bisa berakibat pisikologis ,
orang akan kebal dengan bujukan sehingga perselihan akan semakin tajam
4.
Dengan koalisi yaitu suatu bentuk persekutuan
untuk mengendalikan konflik . akan tetapi strategi ini bisa memaksakan orang
untuk memihak , yang pada gilirannya bisa menambah kadar konflik-konflik sebuah
“perang”
5.
Dengan tawar-menawar distribusi. Strategi
ini sering tidak menyelesaikan masalah
karena masing-masing pihak saling melepaskan beberapa penting yang menjadi
haknya , dan jika terjadi konflik mereka merasa menjadi korban konflik.
Strategi yang dipandang lebih efektif , dalam pengelolaan
konflik meliputi :
1.
Koesitensi damai yaitu mengendalikan konflik
dengan cara tidak saling mengganggu dan saling merugikan denga n menetapkan
peraturan yang mengacu pada perdamaian serta di tetapkan secara tetap dan konsekuen.
2.
Dengan mediasi (perantaraa) . jika penyelesaian
konflik menemukan jalan buntu , masing-masing pihak bisa menunjuk pihak ketiga
untuk mnejadi perantara yang berperan secara jujur dan adil serta tidak
memihak.
Sedangkan strategi yang dipandang efektif antara lain :
1.
Tujuan sekutu besar , yaitu dengan melibatkan
pihak-pihak yang terlibat konflik kearah tujuan yang lebih besar dan konflek.
Misalnya dengan cara membangun sebuah kesadaran nasional yang lebih mantap ,
2.
Tawar menawar integrative , yaitu dengan
mengiring pihak-pihak yang berkonflik , untuk lebih berkonsentrasi pada
kepentingan yang luas dan tidak hanya
berkisar pada kepentingan sempit ,
misalnya kepentingan individu , kelompok , golongan atau suku bangsa
tertentu.
Pengendalian konflik dengan cara konsiliasi , terwujud
melalui lembaga-lembaga tertentu
yang memungkinkan tumbuhnya pola diskusi dan pengambilan keputusan di
antara pihak-pihak yang berkonflik. Lembaga yang dimaksud
diharapkan berfungsi secara efektif , yang sedikitnya memenuhi empat hal yaitu :
1.
Harus mampu mengambil keputusan secara
otonom , tanpa campur tangan dari
badan-badan lain.
2.
Lembaga harus
bersifat monopolistis , dalam
arti hanya lembaga itulah yang berfungsi demikian.
3.
Lembaga
harus mampu mengikat kepentingan
bagi pihak-pihak yang berkonflik,
4.
Lembaga tersebut harus bersifat demokratis
Pola penyelesaian konflik juga bisa dilakukan dengan
menggunakan strategi seperti berikut :
1.
gunakan persaingan dalam penyelesaian konflik,
bila tindakan cepat dan tegas itu pital, mengenai isu penting dimana tindakan
tidak popular perlu dilaksanakan.
2.
Gunakan kolaborasi untuk menemukan pemecahan
masalah integrative bila kedua perangkat kepentingan terlalu penting untuk
dikompromikan.
3.
Gunakan penghindaran bila ada isyu sepele, atau
ada isu lebih penting yang mendesak. Bila kita tidak adanya peluang bagi
terpuaskannya kepentingan anda.
4.
Gunakan akomodasi bila diketahui kita keliru dan
untuk memungkinkan pendirian yang lebih baik didengar untuk belajar, dan untuk
menunjukan kewajaran.
5.
Gunakan kompromis bila tujuan penting, tetepi
tidak layak mendapatkan upaya pendekatan-pendekatan yang lebih jelas disertai
kemungkinan gangguan.
1.
Macam-macam pola pengelolaan konflik
Menurut penelitian
Vliert dan Euwema ,
peneliatian-penelitian mengenai cara-cara penyelesaian konflik menggunakan
klasifikasi yang berbeda.
Berpijak dari perbedaan budaya , nilai maupun adat kebiasaan
, Ury , Brett , dan Goldberg mengajukan tiga model pengelolaan konflik ,
sebagai berikut :
1.
Differing
to status power
Individu dengan status yang lebih tinggi memiliki kekuasaan
untuk mmebuat dan memaksakan solusi yang
di tawarkan . Status social memegang peranan
dalam menentukan aktivitas yang di lakukan .
2.
Applying Regulations
Model
I ni di tekankan oleh asumsi
bahwa interaksi social di atur oleh hokum universal. Peraturan
diterapkan secara merata pada seluruh anggota.
Peraturan di bakukan untuk menggambarkan hukuman dan penghargaan yang di
berikan berdasarkan perilaku yang di lakukan ,
bukan berdasarkan orang ya ng terlibat.
3.
Integrating Interest
Model ini menekankan pada perhatian pihak
yang terlibat , untuk membuat hasilnya
lebih bermanfaat bagi mereka
daripada tidak mendapatkan kesepakatan
satupun .
Pola penyelesaian konflik bila di pandang
dari sudut menang-kalah pada masing-masing pihak , maka ada empat bentuk
pengelolaan konflik , yaitu :
1.
Bentuk kalah-kalah(menghindari konflik )
Bentuk pertama ini menjelaskan cara mengatasi konflik dengan menghindari
konflik dan mengabaikan masalh yang
timbul. Atau bias berarti bahwa kedua blah pihak tidak sepakat untuk
menyelesaikan konflik atau menemukan
kesepakatan untuk mengatasi konflik tersebut.
2.
Bentuk menang-kalah (persaingan)
Bentuk kedua ini memastikan bahwa satu pihak memenangkan konflik dan pihak lain kalah. Biasanya kekuasaan atau
pengaruh digunakan untuk memastikan bahwa dalam konflik tersebut individu tersebut
yang keluar sebagai pemenangnya.
3.
Bentuk kalah-menang (mengakomodasi)
Agak berbeda dengan bentuk kedua, bentuk ketiga ini yaitu individu
kalah-pihak lain menang ini berarti individu berada dalam posisi mengalah atau mengakomodasi kepentingan pihak lain.
Gaya ini digunakan untuk menghindari kesulitan atau masalah yang lebih besar.
4.
Bentuk menang-menang (kolaborasi)
Bentuk keempat ini disebut dengan gaya pengelolaan konflik kolaborasi.
Tujuannya adalah mengatasi konflik dengan menciptakan penyelesaian melalui
consensus atau kesepakatan bersama yang mengikat semua pihak yang bertikai.
Berbeda dengan pendapat di atas Hendricks (2001) mengemukakan lima gaya
pengelolaan konflik yang diorientasikan dalam organisasi maupun perusahaan.
Lima gaya yang dimaksud adalah:
1.
Integrating (menyatukan,menggabungkan)
Individu yang memilih gaya ini melakukan tukar menukar informasi. Disini
ada keinginan untuk mengamati perbedaan dan mencari solusi yank dapat diterima
semua kelompok. Cara ini mendorong berfikr kreatif serta mengembangkan
alternative memecahkan masalah.
2.
Obliging
(saling membantu)
Disebut juga karena kerelaan membantu . cara ini menempatkan nilai yang
tinggi untuk orang lain smentara dirinya dinilai rendah. Kekuasaan diberikan
pada orang lain.
3.
Dominating (menguasai)
Tekanan gaya ini adalah pada diri sendiri. Kewajiban bias saja diabaikan
demi kepentingan pribadi. Gaya ini meremehkan kepentingan orang lain. Biasanya
berorientasi pada kekuasaaan dan penyelesaiannya cenderung dengan menggunakan
kekuasaan .
4.
Avoiding
(menghindar)
Individu yang menggunakan gaya ini tidak mennempatkan nilai pada diri
sendiri atau orang lain. Ini adalah gaya menghindar dari persoalan, termasuk
didalamnya menghindar dari tanggung jawab.
5.
C
‘o’ mpromising (kompromi)
Perhatian dalam diri sendiri atau orang lain berada dalam tingkat sedang.
Lebih lanjut Johnson & Johnson
(1991) mengajukan beberapa gaya atau strategi dasar pengelolaan konflik yaitu :
1.
Withdrawing (menarik diri). Individu yang
menggunakan stratgi ini percaya bahwa lebih mudah menarik diri dari
konflik dari pada menghadapinya. Mereka
cenderung menarik diri untuk menghindari konflik.
2.
Forcing (memaksa). Individu berusaha memaksa
lawannya menerima solusi konflik yang ditawarkannya. Tujuan pribadinya dianggap
sangat penting. Mereka menggunakan segala cara untuk mencapai tujuannya. Mereka
tidak peduli akan kebutuhan dan minat orang lain, serta apakah orang lain itu menerima solusi
mereka atau tidak .
3.
Smoothing (melunak). Individu yang menggunakan
strategi ini berpendapat bahwa pempertahankan hubungan dengan orang lain jauh
lebih penting dibandingkan dengan pencapaian tujuan pribadi. Mereka ingin
diterima dan dicintai. Mereka merasa bahwa konflik harus dihindari demi
keharmonisan dan bahwa orang tidak akan dapat membicarakan konflik tanpa mengakibatkan
rusaknya hubungan.
4.
Compromising
(kompromi). Strategi ini
digunakan individu yang menaruh perhatian baik terhapat pribadinya sendiri
maupun hubungan dengan orang lain. Mereka berusaha berkompromi, mengorbankan
tujuannya sendiri dan mempengaruhi pihak lain untuk mengorbankan sebagian
tujuannya juga.
5.
Confronting
(konfrontasi). Individu dengan tipe ini menaruh perhatian sangat tinggi
terhadap tujuan pribadi maupun kelangsungan hubungan dengan orang lain. Mereka
memandang konflik sebagai masalah yang harus dipecahkan dan solusi terhadap
konflik haruslah mencapai tujuan pribadinya sendiri maupun tujuan orang
lain.
2.
Factor-faktor yang mempengaruhi pola
penyelesaian konflik
Johnson & Johnson (1991) menyatakan
beberapa hal yang harus diperhatikan bilamana seseorang terlibat dalam suatu
konflik dan akibatnya menentukan bagaimana seseorang menyelesaikan konflik,
sebagai berikut :
1.
Tercapainya persetujuan yang dapat memuaskan
kebutuhan serta tujuannya. Tiap orang memiliki tujuan pribadi yani ingin
dicapai. Konflik bias terjadi karena tujuan dan kepentingan individu
menghalangi tujuan dan kepentingan individu lain.
2.
Seberapa penting hubungan atau interaksi itu
untuk dipertahankan. Dalam situasi social, yang didalamnya terdapat keterikatan
interaksi, individu harus hidup bersama dengan orang lain dalam periode
tertentu. Oleh karena itu diperlukan interaksi yang efektif selama beberapa waktu.
Factor-faktor lain yang berpengaruh terhadap pengelolaan
konflik, seperti berikut ini :
1.
Kepribadian individu yang terlibat konflik
Stenberg dan Soriono berpendapat bahwa gaya
pengelolaan konflik seorang individu dapat diprediksi dari karakteristik
intelektual dan kepribadiannya. Mereka menemukan bahwa subjek dengan skor
itelektual yang rendah cenderung menggunakan aksi fisik dalam mengatasi
konflik. Dari karakteristik kepribadian dapat diprediksi bahwa sujek dengan skor
tinggi pda need for deference (
kebutuhan untuk mengikuti dan mendukung seseorang), need for abasement (kebutuhan untuk menyerah atau tunduk) dan
need for order (kebutuha untuk membuat
teratur) cenderung untuk memilih gaya-gaya pengelolaan konflik yang membuat
konflik melunak. Sebaliknya subjek dengan skor tinggi pada need for autotomi
(kebutuhan un tuk bebas dan lepas dari tekanan ) dan need for change (kebutuhan untuk membuat
perubahan) memiliki kecenderungan untuk memilih paling tidak satu gaya pengelolaan
konflik yang membuat konflik semakin intensif.
2.
Situasional
Aspek situasi yang penting antara lain
adalah perbedaan struktur kekuasaan, riwayat hubungan, lingkungan social, dan
pihak ketiga. Apabila satu pihak memiliki kekuasaan lebih besar terhadap
situasi konflik, maka besar kemungkinana akan diselesaikan dengan cara dominasi
oleh pihak yang lebih kuat posisinya. Riwayat hubungan menunjuk pada pengalaman
sebelumnya dengan pihak lain, skap dan kenyakinan terhadap pihak lain tersebut.
Termasuk dalam aspek lingkingan social adalah norma-norma social dalam
menghadapi konflik dan iklim social yang mendukung melunaknya konflik atau
justru mempertajam konflik.
3.
Interaksi
Digunakannya pendekatan disposisional saja
dalam mencari pemahaman akan perilaku social dianggap mempunyai manfaat yang terbatas. Pendekatan yang lebih
dominan dalam menerangkan perilaku social adalah interaksi dan saling
mempengaruhinya determinan situasional dan disposisional.
4.
Isu konflik
Tipe isu tertentu kurang mendukung rsolusi
konflik yang konstruksif dibandingkan dengan isu yang lain. Tipe isu seperti
ini meng
Rahkan partisipan konflik untuk memandang
konflik sebagai permainan kalah-menang. Isu yang berhubungan dengan
kekuasaan,status, kemenangan , dan kekalahan , pemilikan akan sesuatu tidak
tersedia substitusinya, adalah termasuk tipe-tipe isu yang cenderung
diselesaikan dengan hasil mennag kalah.
DAMPAK KONFLIK SOSIAL
DAMPAK POSITIF
1.
Merperjelas batas-batas diri
Setiap orang dalam kehidupan bermasyarakat , memiliki tanggung jawab atas
hak dan kewajiban yang mereka miliki. Hak adalah sesuatu yang menjadi milik
seseorang. Misalnya hak-hak mereka memperoleh pekerjaan yang layak bagi ke
manusia, hak untuk hidup , hak untuk berserikat dan berkumpul dan juga hak
untuk mencintai dan dicintai.
Sedangkan kewajiban adalah sesuatu yang harus dilakukan oleh seseorang
sebagai warga masyarakat.
Sopan berlalu lintas adalah wujud kebebasan yang dibatasi oleh kebebasan
orang lain berlalu lintas. Dapat dikatakan secara sederhana jangan orang lain
mengerem karena tindakan kita. Jika dalam berlalu lintas orang lain mengerem
karena kendaraan kita berarti kita telah melanggar kebebasan orang lain dan itu
berarti kita mengambil hak orang lain untuk kebebasan kita , tindakan demikian
tidaklah benar.
2.
Menguatnya solidaritas kelompok
Salah satu upaya menguatkan solidaritas dalam kelompok adalah membuat
musuh bersama bagi kelompoknya. Misalnya dalam memperjuangkan kemerdekaan bagi
bangsa Indonesia, pemimpin bangsa ini menjadikan penjajah Belanda sebagai musuh
bangsa Indonesia.
3.
Hikmah di balik konflik
Kata yang sering kita dengar “ambillah hikmah dibalik peristiwa yang
terjadi” . adalah ungkapan yang sangat tepat untuk menjelaskan adanya hikmah
dibalik konflik yang terjadi. Misalnya konflik Suku dayak dan Madura di Sampit
akan memberikan hikmah bagi kedua belah pihak untuk lebih berjati-hati dalam
hubungan social dalam kehidupan bermasyarakat.
EKSES KONFLIK ( DAMPAK NEGATIF)
Ekses konflik akibat negative yang terjadi dengan adanya konflik. Ekses
ini dapat di kategorikan menjadi beberapa hal berikut ini :
1.
Perpecahan
Akibat negative dari konflik adalah terjadinya perpecahan dalam banyak
hal dan peristiwa.
2.
Permusuhan
Konflik yang tidak terselesaikan dengan baik dapat berakses bagi
terjadinya permusuhan. Dendam selama ini ada akan tetap tersimpaan dan tdendam
tersebut sebagai biang keladi bagi terjadinya permusuhan. Ungkapan hutang darah dibayar darah , hutang
nyawa dibayar nyawa , adalah ungkapan permusuhan yang ditimbulkan oleh konflik
yang tidak terselesaikan dengan baik.
Konflik dapat terjadi antar individu dengan individu ; individu dengan
kelompok maupun kelompok dengan kelompok, demikian juga halnya permusuhan tersebut
dapat terjadi antar individu yang lain , misalnya berebut gadis antara kedua
remaja laki-laki, dapat berakhir dengan perkelahian dan bahkan sampai terjadi
pembunuhan diantara mereka yang berebut seorang gadis.
3.
Balas
dendam
Dendam merupakan gejala yang banyak kita dpaatkan dari konflik yang
terjadi , mereka berharap suatu saat
dapat membalas kekalahan yang dia alami. Balas dendam biasanya menungggu
kesempatan dimana lawan konflik dalam keadaan lengah atau tidak berdaya
. Di beberapa masyarakat balas
dendam sering merupakan kewajiban bagi
keturunan dan bahkan di anggap sebagai keharusan dalam menghormati orang tua atau leluhurnya , manakalakeluarga
atau kelompoknya pernah dipermaluka.
Siriik misalnya di suatu masyarakat
adalah suatu kewajiban balas dendam yang harus dilakukan sebagai
kewajiban manakala keluarga ada anggota yang di bunuh atau dipermalukan di depan umum.
4.
Kekerasan
Kekerasan merupakan tindakan fisik dan non fisik yang ditujukan kepada orang lain yang lebih lemah
keberadaannya. Mereka yang lebih
kuat lebih berkuasa melakukan tindakan
kekerasan pada pihak lain yang lebih
lemah atau berada di bawah kekuasaannya. Kekerasan dapat terjadi di lingkungan
mana saja seperti kekerasan rumah tangga atau keluarga, kekerasan dalam tempat
kerja maupun di lembaga pendidikan smei militer dan militer.
5.
Perubahan kepribadian
Perubahan dimungkinkan terjadi
akibat konflik yang ada , hal ini terkait dengan keseimbangan psikologis dan sisiologis dari yang
bersangkutan. Secara
psikologis apakah terdapat kekecewaan, tekanan bathin dan stress
maupun perasaan bersalah yang
berkepanjangan. Secara sisiologis apakah
hubungan social diantara mereka
terganggu atau tidak.
Misalnya perceraian orang tua akan berdampak buruk kepada anak-anaknya,
figure orang tua sanagt penting kepada
anak-anak.
6.
Jatuhnya
korban
Korban berjatuhan dapat dimungkinkan sebagai akibat dari konflik yang
ada. Anak-anak menjadi kkorban perceraian ayah dan ibu . konflik antar suku
banyak yang meninggal dun ia karena terkena senjata tajam pada waktu konflik
terbuka terjadi.
Jatuhnya korban tidak
selamanya berupa nyawa, akan tetapi juga
bisa berupa barang, kekayaan harta benda dan berbagai sarana prasarana yang ada yang menjadi
sasaran tindak pengrusakan yang
terjadi pada waktu konflik tersebut
terbuka.
7.
Dominasi yang kuat atas yang lemah
Hasil dari konflik yang ada adalah kemenangan atau kekalaha n bagi salah
satu pihak yang berkonflik. Kenyataan
demikian membuat mereka yang menang akan menguasai kelompok yang kalah dan
kelompok yang kalah akan berada di bawah kekuasaan yang menang.
KEGIATAN BELAJAR 2 : MOBILITAS SOSIAL
MOBILITAS SOSIAL adalah perubahan
, pergeseran , peningkatan, ataupun penurunan status dan peran anggotanya. Menurut
Horton , mobilitas social adalah suatu gerak perpin dahan dari satu kelas
social ke kelas social yang lainnya atau gerak
pindah dari strata yang lainnya. Semenatra menurut Kimball Young dan
Raymond W.Mack , mobilitas social adalah suatu gerak dalam struktur social yaitu pola-pola tertentu yang mnegatur
organisasi suatu kelompok social. Struktur social mencakup sifat hubungan antara individu
dalam kelompok dan hubungan antara individu dengan kelompoknya.
1.
Cara untuk melakukan mobilitas social
Secara umum , cara orang untuk melakukan mobilitas social ke atas adalah
sangat beragam, diantaranya adalah sebagi berikut :
a.
Perubahan standar hidup
Kenaikan penghasilan tidak menaikkan status secara otomatis, melainkan
akan merefleksikan suatu standar hidup
yang lebih tinggi. Ini akan mempengaruhi peningkatan status.
b.
Perkawinan
Perkawinan pada umumnya bertujuan untuk memnuj=hi kebutuhan seksual dan
melanjutkan keturunan. Namun secara
sosiologis pada umunya perkawinan juga
bertujuan untuk meningkatkan status social yang lebih tinggi dari mannusia yang
bersangkutan, namun demikian tidak smeua
individu memiliki pandangan tersebut.
c.
Perubahan tempat tinggal
Untuk meningkatkan status social, seseorang dapat berpindah tempat
tinggal dari tempat tinggal yang lama ke tempat tinggal yang baru. Atau dengan
cara merekonstruksi tempat tinggal nya yang lama menjadi lebih megah , indah
dan mewah.
d.
Perubahan tingkah laku
Untuk mendapatkan status social
yang tinggi , orang berusaha
menaikkan status sosialnya dan mempraktekkan
bentuk-bentuk tingkah laku kleas yang lebih tinggi yang diaspirasikan
sebagai kelas. Bukan hanya tingkah laku , tetpai juga pakaian, ucapan , minat ,
dan sebagainya.
e.
Perubahan nama
Dalam suatu masyrakat, sebuah nama diidentifikasikan pada posisi social
tertentu. Gerak ke atas dapat dilaksanakan dengan mengubah nama yang
menunjukkan posisi social yang lebih tinggi.
2.
Factor penghambat mobilitas social
Ada beberapa factor penting yang justru menghambat mobilitas social . Factor-faktor penghambat itu antara lain sebagai berikut :
a.
Perbedaan kelas rasial
Seperti yang terjadi di Afrika Selatan di masa lalu, dimana ras berkulit
uputih berkuasa dan tidak member kesempatan kepada mereka yang berkulit hitam
untuk dapat duduk bersama-sama di pemerintahan sebagai penguasa. System ini disebut
Apharteid dan dianggap berakhir ketika
Nelson Mandela, seorang kulit hitam
terpilih menjadi presiden Afrika
Selatan.
b.
Agama
Seperti yang terjadi di india yang mneggunakan system kasta, menjadikan
agama sebagai penghambat terjadinya
mobilitas social. Hal ini
dikarenakan tidak diperkenankannya terjadi interaksi antara manusia yang
berbeda kasta.
c.
Diskriminasi kelas
Diskriminasi dalam system kelas terbuka dapat menghalangi mobilitas ke
atas, hal ini terbukti dengan adanay pembatasan suatu organisasi tertentu
dengan berbagai syarat dan ketentuan, sehingga hanya sedikit orang yang mampu
mendapatkannya.
d.
Kemiskinan
Kemiskinan bilamana keluarga tidak dapat memenuhi kebutuhan pkok warga
Negara dalam jumlah sukuo dan memadai , dapat membatasi kesempatan bagi
seseorang untuk berkembang dan mencapai suatu social tertentu.
e.
Perbedaan jenis kelamin
Perbedaan jenis kelamin dalam masyrakat juga berpengaruh terhadap
prestasi , kekuasaan , status social, dan kesempatan-kesempatan untuk
meningkatkan status sosialnya.
3.
Beberapa bentuk mobilitas social
a.
Mobilitas social horizontal
Mobilitas horizontal merupakan peralihan individu atau obyek-obyek social
lainnya dari suatu kelompok social ke kelompok social lainnya yang sederajat.
Tidak terjadi perubahan dalam
derajat kedudukan seseorang dalam
mobilitas sosialnya.
b.
Mobilitas social vertical
Mobilitas social vertical adalah perpindahan individu atau obyek-obyek social dari suatu kedudukan social ke kedudukan social lainnya yang tidak sederajat. Sesuai dengan arahnya, mobilitas social vertical dapat dibagi menjadi dua, mobilitas vertical ke atas dan mobilitas social vertical ke bawah
Mobilitas social vertical adalah perpindahan individu atau obyek-obyek social dari suatu kedudukan social ke kedudukan social lainnya yang tidak sederajat. Sesuai dengan arahnya, mobilitas social vertical dapat dibagi menjadi dua, mobilitas vertical ke atas dan mobilitas social vertical ke bawah
A, Mobilitas
vertical ke atas ( Sosial Climbing)
Mobilitas
vertical ke atas mempunyai dua bentuk yang utama, yaitu (1) Masuk ke dalam kedudukan yang lebih
tinggi , yaitu masuknya
individu-individu yang mempunyai kedudukan
rendah kedalam kedudukan yang
lebih tinggi, dimana kedudukan tersebut telah ada sebelumnya. (2) Membentuk kelompok baru yaitu pembentukan suatu kelompok baru
yang memungkinkan individu untuk meningkatkan status sosialnya , misalnya
dengan mengangkat diri menjadi ketua
organisasi.
B, Mobilitas
vertical ke bawah ( Sosial Sinking)
Mobilitas vertical ke bawah
mempunyai dua bentuk utama yaitu turunnya kedudukan dan turunnya derajat
kelompok. Turunnya kedudukan bilamana kedudukan individu turun ke kedudukan
yang derajatnya lebih rendah. Turunnya derajat kelompok. Derajat sekelompok
individu menjadi turun yang berupa disintegrasi kelompok sebagai kesatuan.
c.
Mobilitas antargenerasi
Mobilitas antar generasi umunya
berarti mobilitas dua generasi atau lebih, misalnya generasi
ayah-ibu,generasi anak,generasi cucu dan seterusnya. Mobilitas ini ditandai
dengan perkembangan taraf hidup,baik
naik maupun turun dalam suatu generasi. Penekannya bukan pada perkembangan
keturunan itu sendiri, melainkan pada perpindahan status social suatu
generasi ke generasi lainnya.
d.
Mobilitas intra generasi
Mobilitas intra generasi adalah
mobilitas yang terjadi didalam satu kelompok generasi yang sama. Contoh
: pak Amin adalah seotang buruh. Ia memiliki anak yang bernama Endra yang
menjadi tukang becak . KEmudian istrinya melahirkan anak yang kedua yang diberi
nama Riki yang awalnya menjadi tukang becak juga. Tetapi Riki lebih beruntung
sehingga bisa mengubah statusnya menjadi seorang pengusaha becak , sementara
Endra tetap menjadi tukang becak . perbedaan status social antara ENdra dengan
adiknya disebut mobilitas intragenerasi.
e.
Gerak social geografis
Gerak social ini adalah perpindahan individu atau kelompok dari satu
daerah ke daerah yang lain seperti transmigrasi , urbanisasi,dan migrasi.
4.
Faktor-faktor yang mempengaruhi mobilitas social
Mobilitas social dipengaruhi oleh factor-faktor berikut :
a.
Perubahan kondisi social
Struktur kasta dan kelas dapat berubah dengan sendirinya karena adanya
perubahan dari dalam dan dari luar masyarakat . Misalnya kemajuan teknolohi
membuka kemungkinan timbulnya mobilitas ke atas. Perubahan ideology dapat
menimbulkan stratifikasi baru
b.
Ekspansi territorial dan gerak populasi
Ekspansi territorial dan perpindahan penduduk yang cepat membuktikan cirri fleksibilitas struktur stratifikasi dan mobilitas social , misalnya perkembangan kota , transmigrasi , bertambahnya dan berkurangnya penduduk.
Ekspansi territorial dan perpindahan penduduk yang cepat membuktikan cirri fleksibilitas struktur stratifikasi dan mobilitas social , misalnya perkembangan kota , transmigrasi , bertambahnya dan berkurangnya penduduk.
c.
Komunikasi yang bebas
Situasi-situasi yang menbatasi komunikasi antar strata yang beraneka
ragam memperkokoh garis pembatas diantara strata yang ada dalam pertukaran
pengertahuan dan pengalaman di antara mereka dan akan menghalangi mobilitas
social. Sebaliknya , pendidikan dan komunikasi yang bebas serta efektif akan
memudarkan semua batas garis dari strata social yang ada dan merangsang
mobilitas sekaligus menerobos rintangan yang menghadang.
d.
Pembagian kerja
Besarnya kemungkinan bagi terjadinya mobilitas dipengaruhi oleh tingkat
pembagian kerja yang ada. Jika tingkat pembagian kerja tinggi dan sangat
dispesialisasikan , maka mobilitas akan menjadi lemah dan menyulitkan orang
bergerak dari satu strata ke strata yang lain kare spesialisasi pekerjaan
menuntut keterampilan khusus. Kondisi ini memacu anggota masyarakatnya untuk
lebih kuat berusaha agar dpaat menempati staus social.
5.
Saluran-saluran mobilitas social
a.
Angkatan bersenjata
Angkatan bersenjata apapun namanya di suatu Negara merupakan salah satu
saluran mobilitas social. Angkatan bersenjata merupakan organisasi yang dapat
digunakan untuk saluran mobilitas vertical ke atas mellaui tahapan yang disebut
kenaikan pangkat.
b.
Lembaga-lembaga keagamaan
Lembaga-lembaga keagamaan dapat mengangkat staus social seseorang,
misalnya yang berjasa dalam perkembangan Agama seperti Kyai, Santri , Uztad ,
Biksu , Pendeta dan lain sebagainya
c.
Lembaga pendidikan
Lembaga-lembaga pendidikan pada umumnya merupakan saluran yang konkrit
dari mobilitas vertical ke atas, bahkan dianggap sebagai social elevator yang
bergerak dari kedudukan yang rendah ke kedudukan yang lebih tinggi. Pendidikan
memberikan kesempatan pada setiap orang untuk mendapatkan kedudukan yang lebih
tinggi.
d.
Organisasi politik
Seperti angkatan bersenjata organisasi politik memungkinkan anggotanya
yang loyal dan berdedikasi tinggi untuk menempati jabatan yang lebih tinggi ,
sehingga status sosialnya meningkat.
e.
Organisasi ekonomi
Organisasi ekonomi dapat meningkatkan tingkat pendapatan sseorang.
Semakin besar prestasinya , maka semakin besar jabatannya. Karena jabatannya
tinggi akibatnya pendapatannya bertambah. Karena pendapatannya bertambah
akibatnya kekayaannya bertambah pula. Dan karena kekayaannya bertambah , status
sosialnya di masyarakat meningkat.
f.
Organisasi keahlian
Orang yang rajin menulis dan menyumbangkan pengetahuan kepada kelompok
pasti statusnya akan dianggap lebih tinggi daripada pengguna biasa.
Keterlibatan seseorang dalam suatu kelompok organisasi profesi atau keahlian
mendorong yang bersangkutan mengalami perubahan social.
g.
Perkawinan
Sebuah perkawinan dapat menaikkan status seseorang. Seseorang yang
menikah dengan orang yang memiliki status terpandang akan dihormati karena
pengaruh pasangannya. Demikian halnya bila sebaliknya. Oleh karena itu , banyak
ditemukan dlama masyarakat perkawinan yang tidak didasarkan rasa cinta kedua
belah pihak tetapi didasakan upaya peningktan status social masing-masing
pihak.
6.
Dampak mobilitas social
Gejala naik turunnya status social tentu memberikan
konsekuensi-konsekuensi tertentu terhadap struktur social masyrakat.
Konsekuensi-konsekuensi itu kemudian mendatangkan berbagai reaksi. Reaksi ini
data berbentuk konflik. Ada berbagai macam konflik yang bisa muncul dalam
masyarakat sebagai akibat terjadinya mobilitas :
a.
Konflik antar kelas
Dalam masyarakat , terdapat
lapisan-lapisan social karena ukuran-ukuran seperti kekayaan,kekuasaan dan
pendidikan. Kelompok dalam lapisan-lapisan tadi disebut kelas social, apabila
terjadi perbedaan kepentingan antar kelas-kelas social yang ada di masyarakat
dalam mobilitas social maka akan muncul konflik antarkelas. Contohnya
demostrasi buruh yang menuntut kenaikan upah, menggambarkan konflik antar kelas
buruh dengan pengusaha
b.
Konflik antarkelompok social
Di dlaam
masyarakat terdapat pula kelompok social yang beraneka ragam. Diantaranya
kelompok social berdasarkan ideology, profesi , agama , suku , dan ras. Bila
salah satu kelompok berusaha untuk menguasai kelompok lain , maka akan timbul
konflik. Contohnya tawuran pelajar, perang antar kampong , perang antar suku ,
perang antar geng dan lainnya.
c. Konflik
antar generasi
Konflik
antargenerasi terjadi antara generasi tua yang mempertahankan nilai-nilai lama
dan generasi muda yang ingin mengadakan perubahan. Contoh : Pergaulan bebas
yang saat ini banyak dilakukan kaum muda di Indonesia sangat bertentangan
dengan nilai-nilai yang dianut generasi tua.
d. Penyesuaian
kembali
Setiap
konflik pada dasarnya ingin menguasai atau mengalahkan lawan. Bagi pihak-pihak
yang berkonflik bila menyadari bahwa konflik itu lebih banyak merugikan
kelompoknya, maka akn timbul penyelesaian kembali yang didasari oleh adanya
rasa toleransi kembali yang didasari
oleh adanya rasa toleransi atau rasa saling menghargai. Penyesuaian semacam ini
disebut akomodasi.
e. Orang-orang
akan berusaha untuk berprestasi atau berusaha untuk maju karena adanya
kesempatan untuk pindah strata. Kesempatan ini mendorong orang untuk mau
bersaing, dan bekerja keras agar dapat naik ke strata atas. Contohnya seorang
anak miskin berusaha belajar dengan giat, agar mendapatkan kekayaan dimasa
depan.
f.
Mobilitas social akan lebih mempercepat tingkat
perubahan social masyarakat kearah yang lebih baik.Moilitas social yang terjadi
pada masyarakat bisa mengakibatkan munculnya perubahan menuju yang lebih baik
pada masyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar